Persiapkan diri kalian, Gantikan saya! Tataa:)

Senin, 04 November 2013

10 Barang Penting di Dalam Kotak P3K

              Setiap saat kita bisa saja mengalami bencana yang membuat anggota tubuh kita terluka. Oleh karena itu, ada baiknya Anda mempertimbangkan untuk memiliki kotak P3K (pertolongan pertama pada kecelakaan), entah di rumah, tempat kerja ataupun mobil pribadi.

              Tak sulit, kok, menyusun kotak P3K alias first aid kit. Yang Anda perlukan hanya kotak atau tas yang cukup besar, awet dan mudah dijinjing ke mana-mana. Selanjutnya, isi kotak itu dengan 10 barang yang harus ada berikut ini, menurut dr. Swee Yong Peng, instruktur P3K dan dokter di IAG HealthSciences Singapura:

  • Alat pelindung, seperti sarung tangan, celemek, masker. Alat-alat itu untuk melindungi Anda terhadap paparan dari luka yang akan Anda tangani.
  • Alat pembersih, seperti alkohol, krim antiseptik atau antibakteri. Tujuannya, untuk membersihkan luka demi mengurangi risiko terjadi infeksi.
  • Kain kasa agar luka tidak terpapar udara luar.
  • Perban atau perekat untuk menutup luka setelah diberi kain kasa.
  • Obat pereda rasa sakit, seperti aspirin, untuk meringankan rasa sakit yang diderita korban secara cepat.
  • Obat antibiotik untuk mengantisipasi demam atau gejala lanjutan akibat  luka.
  • Gula batu atau permen manis, untuk meningkatkan kadar gula darah agar tubuh korban tidak lemas.
  • Iodin untuk mengontrol pertumbuhan bakteri pada luka.
  • Pinset atau kapas untuk media pengantar obat cair.
  • Buku manual yang berisi fungsi dan cara penggunaan alat-alat di atas, termasuk cara  pemberian obat dan keterangannya. Pastikan Anda telah membacanya dengan teliti sehingga ketika terjadi kecelakaan, Anda tidak panik dan bisa membantu dengan baik. Jangan lupa untuk rutin memeriksa kelengkapan isi dan batas waktu penggunaannya, jika ada. (M. Taqyudin)

Sejarah Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Kristal Merah

             Tanda Palang Merah di atas dasar putih ditetapkan sebagai lambang tanda khusus bagi organisasi sukarela untuk membantu prajurit yang luka dan sakit di medan pertempuran pada Konperensi Internasional tanggal 26-29 Oktober 1863.  Pada saat bersamaan dr. Louis Appia  mengusulkan agar para perawat yang menjalankan tugas kemanusiaannya menggunakan ban lengan Warna Putih. Tetapi atas usul Jendral Duffour, akhirnya konperensi menyetujui perawat menggunakan ban lengan Palang Merah di atas dasar putih.
        Sebelum Lambang Palang Merah diadopsi sebagai lambang yang netral, untuk memberikan pertolongan kepada tentara yang terluka di medan perang, pada waktu itu setiap pelayanan medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria misalnya menggunakan bendera putih, Perancis menggunakan bendera merah dan Spanyol menggunakan bendera kuning. Akibatnya , walaupun tentara tahu apa tanda pengenal personil medis   mereka, namun biasanya mereka tidak tahu apa tanda pengenal peronil medis lawan mereka. Pelayanan medis pun tidak dianggap sebagai pihak yang netral. Melainkan dipandang sebagai bagian dari kesatuan tentara, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya memberi perlindungan namun juga dianggap sebagai target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa artinya.
                  Lambat laun muncul pemikiran yang mengarah kepada pentingnya mengadopisi Lambang yang menawarkan Status Netralkepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin bila perlindungan mereka yang membantu di medan perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya hanya satu lambing. Namun yang menjadi masalah kemudian , adalah memutuskan bentuk Lambang yang akan digunakan oleh personel medis sukarela di medan perang. Dalam suatu kurun waktu, ikat lengan berwarna putih dipertimbangkan sebagai salah satu kemungkinan. Namun, warna putih telah digunakan dalam konflik bersenjata oleh pembawa bendera putih tanda gencatan senjata, khususnya untuk menyatakan menyerah. Penggunaan warna putih pun dapat menimbulkan kebingungan sehingga perlu dicari suatu kemungkinan Lambang lainnya.
                Delegasi dari Konferensi tahun 1863 akhirnya memilih Lambang Palang Merah di atas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss ( Palang Putih di atas dasar merah ) sebagai bentuk penghormatan terhadap Negara Swiss. Selain itu, bentuk Palang Merah pun memberikan keuntungan teknis karena dinilai memiliki desain yang sederhana sehingga mudah dikenali dan mudah dibuat. Selanjutnya pada tahun 1863, Konferensi Internasionalbertemu di Jenewa dan sepakat mengadopsi Lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan bagi tentara yang luka yang nantinya menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, Lambang Palang Merah di atas dasar putih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.
                 Konperensi Jenewa I tahun 1864, juga menetapkan Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal dan pelindung. Tidak ada bukti atau notulen yang menyatakan bahwa pada pada saat menentukan lambang Palang Merah itu didasarkan pada penghargaan terhadap Negara Swiss karena memakai bentuk yang sama dengan bendera Nasional Swiss dengan warna yang berlawanan. Hal adanya kebalikan itu barulah disebut-sebut di dalam tulisan Gustave Mounier  pada tahun 1870.

                    Pada Konperensi Jenewa tahun 1906, waktu peninjauan kembali terhadap Konperensi Jenewa tahun 1864, barulah ditetapkan lambang Palang Merah itu sebagai penghormatan terhadap Negara Swiss. Yang selanjutnya di dalam Konperensi Jenewa 1949 hal tersebut digarisbawahi lagi. Tanda Palang Merah disebut juga dengan menggunakan nama Palang Jenewa.

                Sejak mulai ditetapkannya, istilah Palang Merah hanya melekat semata-mata pada lambang. Sedangkan istilah Palang Merah yang menunjukkan pekerjaan pertolongan sukarela bagi kemanusiaan khususnya terhadap prajurit yang luka, pertama kali digunakan oleh Palang Merah Belanda pada tahun 1867.


Lambang Bulan Sabit Merah

                Delegasi dari Konferensi 1863 tidak memiliki sedikitpun niatan untuk menampilkan sebuah symbol kepentingan tertentu, dengan mengadopsi Palang Merah di atas dasar putih.  Turki yang telah mempunyai perhimpunan nasional sejak tahun 1869 dengan menggunakan Lambang Palang Merah, namun pada tahun 1876 saat Balkan dilanda perang melawan Siberia-Rusia, memberitahukan kepada Dewan Federasi Swiss bahwa akan menggunakan lambang Bulan Sabit Merah karena jika menggunakan lambang Palang Merah dirasakan melukai perasaan prajurit Muslim, sehingga sejumlah pekerja Kemanusiaan yang tertangkap oleh Kerajaan Ottoman (saat ini Turki) dibunuh semata-mata karena mereka memakai ban lengan dengan gambar Palang Merah. Ketika Kerajaan diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara kerajaan terhadap Lambang berbentuk palang dan mengajukan agar perhimpunan Nasional dan pelayanan medis militer mereka diperbolehkan untuk menggunakan Lambang yang berbeda yaitu Bulan Sabit Merah.
              Pada tahun 1877 Rusia menyampaikan keberatan terhadap lambang Bulan Sabit  Merah dimaksud. Tetapi akhirnya mengakui juga dengan persyaratan agar Turki tetap menghormati lambang Palang Merah.
              Pada Konperensi Perdamaian 1899 di en Haag, Turki memberitahukan pula bahwa kapal-kapalnya juga akan menggunakan lambang Bulan Sabit Merah sedangkan Siam (Thailand) juga mengajukan lambang untuk digunakannya yaitu berupa ”Obor Merah” dan Persia (Iran) mengajukan ” Singa Matahari Merah”. Pada konperensi tersebut  belum ada keputusan.
          Gagasan ini perlahan-lahan mulai diterima dan memperoleh semacam pengesahan dalam bentuk  “reservasi “ dan pada Konferensi Internasional tahun 1929 secara resmi diadopsi sebagai Lambang yang diakui dalam Konvensi, bersamaan dengan Lambang Singa dan Matahari Merah  di atas dasar putih yang saat itu dipilih oleh Persia (saat ini Iran). Tahun 1980, Rebuplik Iran memutuskan untuk tidak lagi menggunakan Lambang tersbut an memilih memakai Lambang Bulan Sabit Merah.


Perkembangan Lambang : Kristal Merah

           Pada Konferensi Internasional yang ke-29 tahun 2006, sebuah keputusan penting lahir, yaitu diadopsinya Lambang Kristal Merah  sebagai Lambang keempat dalam Gerakan dan memiliki status yang sama dengan lambing lainnya yaitu Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Konferensi Internasional yang mengesahkan Lambang Kristal Merah tersebut, mengadopsi Protokol Tambahan III tentang Penambahan Lambang Kristal Merah untuk gerakan, yang sudah disahkan sebelumnya pada Konfrensi Diplomatik tahun 2005. usulan membuat Lambang keempat, yaitu Kristal Merah, diharapkan dapat menjadi jawaban, ketika Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak bias digunakan dan masuk ke suatu wilayah konflik. Mau tidak mau, perlu disadari bahwa masih banyak pihak selain Gerakan yang menganggap bahwa Lambang terkait dengan symbol kepentingan tertentu.
Penggunaan Lambang Kristal Merah sendiri pada akhirnya memiliki dua pilihan yaitu :
  1. dapat digunakan secara penuh oleh suatu Perhimpunan Nasional, dalam arti mengganti Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang sudah digunakan sebelumnya.
  2. menggunakan Lambang Kristal Merah dalam waktu tertentu saja ketika Lambang lainnya tidak dapat diterima di suatu darah, artinya baik Perhimpunan Nasional, ICRC dan Federasi pun dapat menggunakan Lambang Kristal Merah dalam suatu operasi Kemanusiaan tanpa mengganti kebijakan merubah Lambang sepenuhnya.



Ketentuan Lambang

Bentuk dan Penggunaan

Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ada dalam :
¡  Konvensi Jenewa I pasal 38, 45
¡  Konvensi Jenewa II pasal 41, 45
¡  Protokol 1 Jenewa Tahun 1977
¡  Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX tahun 1965
¡  Hasil Kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional tahun 1991

                Pada penggunaannya, penempatan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak boleh sampai menyentuh pinggiran dan dasar putihnya. Lambang harus utuh dan tidak boleh ditambah lukisan,gambar atau tulisan. Pada Lambang Bulan Sabit Merah , arah menghadapnya ( ke kanan atau ke kiri ) tidak ditentukan, teserah kepada Perhimpunan yang menggunakannya.

Minggu, 03 November 2013

Sejarah Palang Merah Remaja

         Terbentuknya Palang Merah Remaja dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Dunia I (1914 – 1918) pada waktu itu Australia sedang mengalami peperangan. Karena Palang Merah Australia kekurangan tenaga untuk memberikan bantuan, akhirnya mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka diberikan tugas – tugas ringan seperti mengumpulkan pakaian-pakaian bekas dan majalah-majalah serta Koran bekas. Anak-anak tersebut terhimpun dalam suatu badan yang disebut Palang Merah Remaja.
Pada tahun 1919 didalam siding Liga Perhimpunan Palang Merah Internasional diputuskan bahwa gerakan Palang Merah Remaja menjadi satu bagian dari perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Kemudian usaha tersebut diikuti oleh Negara-negara lain. Dan pada tahun 1960, dari 145 Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagian besar sudah memiliki Palang Merah Remaja.     
         Di Indonesia pada Kongres PMI ke-IV tepatnya bulan Januari 1950 di Jakarta, PMI membentuk Palang Merah Remaja yang dipimpin oleh Ny. Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman. Pada tanggal 1 Maret 1950 berdirilah Palang Merah Remaja secara resmi di Indonesia. Sebelumnya pada awal pendirian bernama Palang Merah Pemuda (PMP) kemudian menjadi Palang Merah Remaja (PMR).
Syarat menjadi anggota PMR :
1. Warga Negara Republik Indonesia.
2. Usia : 
   PMR Mula  : Setingkat usia siswa SD/MI dari 7 – 12 th.
PMR Madya : Setingkat usia siswa SMP/MTs dari 12 – 16 th.
PMR Wira  : Setingkat usia siswa SMA/MA dari 16 – 20 th.
  1.  Dapat membaca dan menulis.
  2. Atas dasar kemauan sendiri.
  3. Mendapat persetujuan orang tua.
  4. Bersedia mengikuti Pendidikan & Pelatihan Dasar Kepalangmerahan.
  5. Permintaan jadi anggota disampaikan ke Pengurus Cabang PMI setempat.
Tugas-tugas PMR disebut juga dengan Tri Bakti PMR, yaitu :
  1. Berbakti kepada Masyarakat.
  2. Mempertinggi keterampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
  3. Mempererat persahabatan Nasional dan Internasional.

Sabtu, 02 November 2013

Pengurus - Pengurus Baru

          Setelah berganti-nya periode pelajaran tahun ini otomatis juga merubah kepengurusan di PMR SMPN 10 Parepare. Sebab para pengurus lama telah menduduki bangku kelas 3. Hal ini dilakukan agar konsentrasi belajar kelas 3 tidak terganggu oleh aktivitas diluar sekolah. Kelas 3 saat ini menuju ke arah UN 2014. Makanya semua kepengurusan PMR di alihkan ke kelas 2.
          Disini ada 2 perubahan pertama yang dilakukan oleh PMR yakni, Pembina dan Ketua/Wakil Ketua. Pembina yang dulunya Ibu Hj. Fatimah, kini berganti tangan ke Bpk. Abd Rahman, namun ibu Hj. Fatimah tidak sepenuhnya keluar dari PMR. Ibu HJ. Fatimah menangani posisi sebagai sekretaris Pembina.
          Kemudian Ketua dan W. Ketua, juga terganti yang dulunya Anggun Sri Fadilla dan St. Ilmi Safitri kini bertukar ke- Muh. Taqqiyudin ( Tata ) dan Wulandari Maharani ( Oma ). Tetapi Anggun Sri Fadilla menjadi Ketua MPO PMR ( Majelis Permusyawaratan Organisasi )
          Namun ada sedikit kejanggalan dalam pembentukan Struktur Organisasi. Sekretaris, Bendahara dan juga Seksi-seksi belum selesai pembentukannya.